Pangkalan Para ex. Siswa SMPN 6 Babatan Bandung Angkt. '65

-

Gowes Sepeda & Impala Udin

Ketika aku duduk di kelas 3 SMP Negeri 6 Babatan Bandung, untuk sarana transportasi pulang pergi ke sekolah aku lebih sering menggunakan sepeda. Bila pergi ke sekolah di pagi hari biasanya aku berangkat sendiri, tetapi bila pulang sekolah sering ada teman yang juga menggunakan sepeda yang se arah dengan aku.
Yang aku ingat, bila pulang sekolah rute yang dilalui selalu sama, dari sekolah selalu melalui Jalan Raya Barat (jalan Jendral Sudirman sekarang) terus meliwati pasar Andir, pasar Jamika dan aku kemudian belok masuk ke Jalan Garuda (jalan Nurtanio sekarang) dan masuk ke kompleks perumahan PNKA (PT KAI sekarang) dimana aku tinggal. Sedangkan temanku seperjalanan rumahnya di daerah Cijerah yang tepatnya aku tidak pernah tahu.
Bila kami pulang bersama biasanya masih "ngegowes" bersama-sama dalam arti kata masih jalan santai ketika baru memasuki jalan Raya Barat. Walaupun relatif masih sepi dengan kendaraan yang lewat dibandingkan kondisi saat ini tapi untuk saat itu kami mengatakan cukup ramai. Nah, ketika sudah melewati perempatan jalan Raya Barat dengan jalan Cibadak dan jalan Kelenteng sering kami "mengadu kekuatan" dengan adu cepat ngegowes yang biasanya akan berakhir di pertigaan pasar Jamika. Jarak yang ditempuh untuk balapan tidak terlalu jauh tapi mengasyikan karena jalanan relatuf sepi, paling hanya menyalib Beca atau Keretek (sejenis delman yang ditarik kuda atau "Impala Udin" (sejenis gerobak yang ditarik kuda yang roda nya masih dari kayu yang dilingkari pelat besi, yang digunakan untuk mengangkut barang-barang untuk jarak dekat atau terkadang relatif agak jauh).
Nah biasanya, kalau sudah "kelelahan" sehabis "balapan gowes" sepeda kami biasanya mencari "Impala Udin" yang searah dengan tujuan kami pulang. Biasanya kami memegang pinggiran "bak" belakang dari Impala Udin tersebut tanpa harus "ngagowes" sepeda. Walaupun nampaknya "mudah" untuk dilakukan, sebenarnya apa yang kami lakukan cukup berbahaya karena tangan yang satu memegang Impala Udin yang lainnya memegang setang sepeda agar tetap seimbang dan tetap lurus jalannya. Biasanya kalau kusir Impala Udin nya marah kami segera melepaskan pegangan pada Impala Udin dan melaju ngegowes lagi, tapi biasanya kami dibiarkan saja oleh sang kusir Impala Udin tersebut.
Selanjutnya sampai persimpangan jalan Raya Barat dan jalan Garuda kami berpisah, teman saya meneruskan naik sepeda menuju arah Cijerah sedangkau aku belok kanan masuk jalan garuda selanjutnya kerumahku.

0 komentar:

Posting Komentar